AIK V
KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
Khittah artinya garis besar perjuangan. khittah itu mengandung
konsepsi (pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah
perjuangan. hal tersebut mempunyai arti penting karena menjadi landasan
berpikir dan amal usaha bagi semua pimpinan dan anggota muhammadiyah.
garis-garis besar perjuangan muhammadiyah tersebut tidak boleh bertentangan
dengan asas dan tujuan serta program yang telah disusun.
Enam
Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Isi khittah harus sesuai dengan tujuan Muhammadiyah, khittah itu disusun sesuai dengan perkembangan zaman.
1.
Langkah
12 Muhammadiyah 1938-1940
Hendaklah
iman itu ditablighkan, disiarkan dengan selebar-lebarnya, yakni diberi
riwayatnya dan diberi dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan, sampai
iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari
kita, sekutu-sekutu Muham-madiyah seumumnya.
A.
Memperluas paham agama
Hendaklah
faham agama yagn sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya,
boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah
mengerti perluasan Agama Islam, itulah yang paling benar, ringan dan berguna,
maka, mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.
B.
Memperbuahkan budi
pekerti
Hendaklah
diterangkan dengan jelas tentang akhlaq yang terpuji dan akhlaq yang tercela
serta diperbahaskannya tentang memakainya akhlaq yang mahmudah dan
menjauhkannya akhlaq yang madzmumah itu, sehingga menjadi amalan kita, ya
seorang sekutu Muhammadiyah, kita berbudi pekerti yang baik lagi berjasa.
C.
Menuntun Amalan Intiqad
(self correctie).
Hendaklah
senantiasa melakukan perbaikan diri kita sendiri (self correctie), segala usaha
dan pekerjaan kita, kecuali diperbesarkan, supaya diperbaikilah juga. Buah
penyelidikan perbaikan itu dimusyawarahkan di tempat yang tentu, dengan dasar
mendatangkan maslahat dan menjauhkan madlarat, sedang yang kedua ini
didahulukan dari yang pertama.
D.
Menguatkan Persatuan.
Hendaklah
menjadikan tujuan kita juga, akan menguatkan persatuan organisasi dan
mengokohkan pergaulan persaudaraan kita serta mempersamakan hak-hak dan
memerdekakan lahirnya pikiran-pikiran kita.
E.
Menegakkan Keadilan.
Hendaklah
keadilan itu dijalankan semestinya, walaupun akan mengenai badan sendiri, dan
ketetapan yang sudah seadil-adilnya itu dibela dan dipertahankan di mana juga.
F.
Melakukan Kebijaksanaan.
Dalam
gerak kita tidaklah melupakan hikmah, hikmah hendaklah disendikan kepada
Kitabullah dan Sunnaturrasulillah. Kebijaksanaan yang menyalahi ke-dua pegangan
kita itu, mestilah kita buang, karena itu bukan kebijaksanaan yang
sesungguhnya. Dalam pada itu, dengan tidak mengurangi segala gerakan
kemuhammadiyahan, maka pada tahun 1838-1940 H. Muhammadiyah mengemukakan
pekerjaan akan:
G.
Menguatkan Majlis
Tanwir.
Sebab
majlis ini nyata-nyata berpengaruh besar dalam kalangan kita Muhammadiyah dan
sudah menjadi tangan kanan yang bertenaga disisi Hoofdbestuur (PP)
Muhammadiyah, maka sewajibnyalah kita perteguhkan dengan diatur yang
sebaik-baiknya.
H.
Mengadakan Konperensi
Bagian.
Untuk
mengadakan garis yang tentu dalam langkah-langkah bagian kita, maka hendaklah
kita berikhtiar mengadakan Konperensi bagian, umpama: Konperensi Bagian:
Penyiaran Agama seluruh Indonesia dan lain-lain sebagainya.
I.
Mempermusyawaratkan
Putusan.
Agar
dapat keringanan dan dipermudahkan pekerjaan, maka hendaklah setiap ada
keputusan yang mengenai kepala Majlis (Bagian), dimusyawarahkanlah dengan yang
bersangkutan itu lebih dahulu, sehingga dapatlah mentanfidzkan dengan cara
menghasilkannya dengan segera.
J.
Mengawaskan Gerakan
Jalan.
Pemandangan
kita hendaklah kita tajamkan akan mengawasi gerak kita yang ada di dalam
Muhammadiyah, yang sudah lalu, yang masih langsung dan yang bertambah (yang
akan datang/berkembang).
K.
Mempersambungkan
Gerakan Luar.
Kira
berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern), lain-lain
persyarikatan dan pergerakan di Indonesia, dengan dasar Silaturahim,
tolong-menolong dalam segala kebaikan, yang tidak mengubah asasnya
masing-masing, terutama perhubungan kepada persyarikatan dan pemimpin
Islam.
2.
Khittah
Palembang 1956-1959
a.
Menjiwai pribadi
anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal tauhid,
menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak,
memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh
keyakinan dan rasa tanggung jawab.
b.
Melaksanakan uswatun
hasanah.
c.
Mengutuhkan organisasi
dan merapikan administrasi.
d.
Memperbanyak dan
mempertinggi mutu anak.
e.
Mempertinggi mutu
anggota dan membentuk kader.
f.
Memperoleh ukhuwah
sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk mengantisipasi bila
terjadi keretakan dan perselisihan.
g.
Menuntun penghidupan
anggota.
3.
Khittah
Ponorogo 1969
Kelahiran Parmusi
merupakan buah dari Khittah Ponorogo (1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969
ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan
melalui dua saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah
sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar
dalam bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi ini gagal sehingga
khittah ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar nashir
lewat khittah ujung pandang.
4.
Khittah
Ujung Pandang 1971
a.
Muhammadiyah adalah
Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan
masyarakat.
b.
Setiap anggota
Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki
organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang
berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
c.
Untuk lebih
memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan da’wah islam setelah pemilu tahun
1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan
positif terhadap partai muslimin Indonesia.
d.
Untuk lebih
meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
5.
Khittah
Surabaya 1978 (penyempurnaan dari khittah ponorogo 1969)
a.
Muhammadiyah adalah
Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan
masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan
afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.
b.
Setiap anggota Muhammadiyah
sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain,
sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
6.
Khittah
Denpasar 2002
Dalam Posisi yang demikian maka sebagaimana khittah Denpasar,
muhammadiyah dengan tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang
menjadi fokus dan orientasi utama gerakannya dapat mengembangkan fungsi
kelompok kepentingan atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan
peran berbangsa dan bernegara.
No comments:
Post a Comment