Friday 8 November 2013

KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADYAH / AIK V



 AIK V


KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH

Khittah artinya garis besar perjuangan. khittah itu mengandung konsepsi (pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan. hal tersebut mempunyai arti penting karena menjadi landasan berpikir dan amal usaha bagi semua pimpinan dan anggota muhammadiyah. garis-garis besar perjuangan muhammadiyah tersebut tidak boleh bertentangan dengan asas dan tujuan serta program yang telah disusun.
Enam Khittah Perjuangan Muhammadiyah
Isi khittah harus sesuai dengan tujuan Muhammadiyah, khittah itu disusun sesuai dengan perkembangan zaman.
1.   Langkah 12 Muhammadiyah 1938-1940
Hendaklah iman itu ditablighkan, disiarkan dengan selebar-lebarnya, yakni diberi riwayatnya dan diberi dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan, sampai iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari kita, sekutu-sekutu Muham-madiyah seumumnya.
A.   Memperluas paham agama
Hendaklah faham agama yagn sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya, boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah mengerti perluasan Agama Islam, itulah yang paling benar, ringan dan berguna, maka, mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.
B.    Memperbuahkan budi pekerti
Hendaklah diterangkan dengan jelas tentang akhlaq yang terpuji dan akhlaq yang tercela serta diperbahaskannya tentang memakainya akhlaq yang mahmudah dan menjauhkannya akhlaq yang madzmumah itu, sehingga menjadi amalan kita, ya seorang sekutu Muhammadiyah, kita berbudi pekerti yang baik lagi berjasa.
C.   Menuntun Amalan Intiqad (self correctie).
Hendaklah senantiasa melakukan perbaikan diri kita sendiri (self correctie), segala usaha dan pekerjaan kita, kecuali diperbesarkan, supaya diperbaikilah juga. Buah penyelidikan perbaikan itu dimusyawarahkan di tempat yang tentu, dengan dasar mendatangkan maslahat dan menjauhkan madlarat, sedang yang kedua ini didahulukan dari yang pertama.
D.   Menguatkan Persatuan.
Hendaklah menjadikan tujuan kita juga, akan menguatkan persatuan organisasi dan mengokohkan pergaulan persaudaraan kita serta mempersamakan hak-hak dan memerdekakan lahirnya pikiran-pikiran kita.
E.    Menegakkan Keadilan.
Hendaklah keadilan itu dijalankan semestinya, walaupun akan mengenai badan sendiri, dan ketetapan yang sudah seadil-adilnya itu dibela dan dipertahankan di mana juga.
F.    Melakukan Kebijaksanaan.
Dalam gerak kita tidaklah melupakan hikmah, hikmah hendaklah disendikan kepada Kitabullah dan Sunnaturrasulillah. Kebijaksanaan yang menyalahi ke-dua pegangan kita itu, mestilah kita buang, karena itu bukan kebijaksanaan yang sesungguhnya. Dalam pada itu, dengan tidak mengurangi segala gerakan kemuhammadiyahan, maka pada tahun 1838-1940 H. Muhammadiyah mengemukakan pekerjaan akan:
G.   Menguatkan Majlis Tanwir.
Sebab majlis ini nyata-nyata berpengaruh besar dalam kalangan kita Muhammadiyah dan sudah menjadi tangan kanan yang bertenaga disisi Hoofdbestuur (PP) Muhammadiyah, maka sewajibnyalah kita perteguhkan dengan diatur yang sebaik-baiknya.
H.   Mengadakan Konperensi Bagian.
Untuk mengadakan garis yang tentu dalam langkah-langkah bagian kita, maka hendaklah kita berikhtiar mengadakan Konperensi bagian, umpama: Konperensi Bagian: Penyiaran Agama seluruh Indonesia dan lain-lain sebagainya.
I.     Mempermusyawaratkan Putusan.
Agar dapat keringanan dan dipermudahkan pekerjaan, maka hendaklah setiap ada keputusan yang mengenai kepala Majlis (Bagian), dimusyawarahkanlah dengan yang bersangkutan itu lebih dahulu, sehingga dapatlah mentanfidzkan dengan cara menghasilkannya dengan segera.
J.    Mengawaskan Gerakan Jalan.
Pemandangan kita hendaklah kita tajamkan akan mengawasi gerak kita yang ada di dalam Muhammadiyah, yang sudah lalu, yang masih langsung dan yang bertambah (yang akan datang/berkembang).
K.    Mempersambungkan Gerakan Luar.
Kira berdaya-upaya akan memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern), lain-lain persyarikatan dan pergerakan di Indonesia, dengan dasar Silaturahim, tolong-menolong dalam segala kebaikan, yang tidak mengubah asasnya masing-masing, terutama perhubungan kepada persyarikatan dan pemimpin Islam. 

2.    Khittah Palembang 1956-1959
a.    Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab.
b.    Melaksanakan uswatun hasanah.
c.    Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi.
d.    Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak.
e.    Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader.
f.     Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk menganti­sipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan.
g.    Menuntun penghidupan anggota.
3.    Khittah Ponorogo 1969 
Kelahiran Parmusi merupakan buah dari Khittah Ponorogo (1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969 ini disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan melalui dua saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi ini gagal sehingga khittah ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar nashir lewat khittah ujung pandang. 

4.    Khittah Ujung Pandang 1971 
a.    Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat.
b.    Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muham­madiyah.
c.    Untuk lebih memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan da’wah islam setelah pemilu tahun 1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan positif terhadap partai muslimin Indonesia.
d.    Untuk lebih meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

5.    Khittah Surabaya 1978 (penyempurnaan dari khittah ponorogo 1969)
a.    Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.
b.    Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muham­madiyah.

6.    Khittah Denpasar 2002
Dalam Posisi yang demikian maka sebagaimana khittah Denpasar, muhammadiyah dengan tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama gerakannya dapat mengembangkan fungsi kelompok kepentingan atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan peran berbangsa dan bernegara.



 











No comments:

Post a Comment